Kamis, 08 Maret 2012

Bintang - Bulan


Menjelang malam di hari itu, Aku menunggumu datang menjemputku di depan gerbang senja. Menunggumu, ditemani rinduku yang telah mendidih dalam hati, bercampur rasa tak sabar untuk menatap lekat tiap lekuk wajahmu.
Sepuluh menit, mulutku diam, tapi sungguh hatiku ini terus menerus berteriak, menjerit memanggil namamu dan mengungkapkan rindu.
Entah rindu ini saling, atau hanya searah. Yang Aku tahu, Aku rindu, itu saja.

Lihat! Matahari sebentar lagi terbenam! Aku harus melangkahkan keluar dari gerbang senja dan menyusuri malam. Namun, haruskah Aku melangkah sendiri malam ini? Dimana dirimu yang semenjak tadi Aku tunggu? Bukankah terbiasa kita berjumpa disini dan melangkah dalam gelap malam dan menyinari langit bersama?

Mungkin kau tertutup awan hitam,  atau tertutup bayangan bumi, atau kau enggan menyinari langit yang sama denganku?

Kita terbiasa berjumpa di langit yang sama, Aku dan ribuan bintang lainnya , dan kau sendiri menyinari langit malam. Aku dengan cahaya kecilku, Kau dengan cahaya anggunmu. Aku diam-diam menikmatimu, menikmati keanggunanmu menyinari langit, memantulkan cahaya ke bumi.

Bulan, kita terbiasa berada di langit yang sama, menyinari malam bersama. (Dulu)terbiasa kita melangkah bersama memasuki gelap malam. Kali ini, kesekian kalinya aku menunggumu melewati gerbang senja ini. Dan lagi, tak kujumpai dirimu disini.

“Seperti (Aku) Bintang yang tak mampu memeluk(mu) Bulan, meski (kita) berada di langit yang sama”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar